Minggu, 26 Desember 2010

APA HUKUM MEMBERI SELAMAT KEPADA NON ISLAM.??

fatwa yang
mengharamkannya,bila
seorang muslim juga
mengucapkanselamat
natal saat ini jadi akan
salah waktu. Sebab Nabi
Isa 'alaihissalam tidak
lahir pada tanggal 25
Desember, beliau lahir di
musim panas saat kurma
berbuah, sebagaimana
isyarat di dalam ayat Al-
Quran saat Ibunda
Maryam melahirkannya
di bawah pohon kurma.
Saat itu Allah SWT
berfirma kepadanya:
Dan goyanglah pangkal
pohon kurma itu ke
arahmu, niscaya pohon
itu akan menggugurkan
buah kurma yang masak
kepadamu (QS. Maryam:
25)
Jelas sekali Nabi Isa lahir
di saat buah kurma
masak, dan itu tidak
terjadi di musim salju.
Kecuali kalau mau
dipaksakan sebuah
kebohongan baru lagi.
Misalnya dikatakan
bahwa Nabi Isa
'alaihissalam merupakan
penduduk Australia yang
berada di Selatan
Katulistiwa, di mana
tanggal 25 Desember
seperti sekarang ini di
sana justru sedang musim
panas. Tapi itupun salah,
sebab di Australia tidak
ada pohon kurma, yang
ada mungkin pohon
kaktus.
Atau bisa saja lahirnya
nabi Isa tetap pada
tanggal 25 Desember,
tetapi syaratnya
kejadiannya harus di
Indonesia, karena pada
tanggal seperti itu di
Indonesia tidak ada
musim panas atau musim
dingin. Di Indonesia ada
musim duren. Tapi yang
disebutkan di dalam Al-
Quran adalah buah
kurma, bukan buah
duren. Lagian, masak
Maryam sehabis
melahirkan malah makan
duren?
Perbedaan Pendapat
Ucapan Selamat Natal
Tentang hukum ucapan
selamat natal itu,
memang kalau kita mau
telusuri lebih jauh, kita
akan bertemu dengan
beragam pendapat. Ada
ulama yang
mengharamkannya
secara mutlak. Tapi ada
juga yang
membolehkannya dengan
beberapa hujjah. Dan
juga ada pendapat yang
agak di pertengahan
serta memilah masalah
secara rinci.
Tentu bukan berniat
untuk memperkeruh
keadaan kalau kami
sampaikan apa yang
beredar di tengah umat
tentang hal ini.
Sebaliknya, kajian ini
justru untuk memperluas
wawasan kita dalam
menuntut ilmu, wabil
khusus tentang urusan
yang agak khusus ini.
1. Pendapat Haramnya
Ucapan Selamat Natal
Bagi Muslim
Haramnya umat Islam
mengucapkan Selamat
Natal itu terutama
dimotori oleh fatwa para
ulama di Saudi Arabia,
yaitu fatwa Al-'Allamah
Syeikh Al-Utsaimin. Beliau
dalam fatwanya menukil
pendapat Imam Ibnul
Qayyim
1. 1. Fatwa Syeikh
Al-'Utsaimin
Sebagaimana terdapat
dalam kitab Majma ’
Fatawa Fadlilah Asy-
Syaikh Muhammad bin
Shalih al- ‘Utsaimin,
(Jilid.III, h.44-46, No.403),
disebutkan bahwa:
Memberi selamat kepada
merekahukumnya haram,
sama saja apakah
terhadap mereka (orang-
orang kafir) yang terlibat
bisnis dengan seseorang
(muslim) atau tidak. Jadi
jika mereka memberi
selamat kepada kita
dengan ucapan selamat
hari raya mereka, kita
dilarang menjawabnya,
karena itu bukan hari
raya kita, dan hari raya
mereka tidaklah diridhai
Allah.
Hal itu merupakan salah
satu yang diada-adakan
(bid ’ah) di dalam agama
mereka, atau hal itu ada
syari ’atnya tapi telah
dihapuskan oleh agama
Islam yang Nabi
Muhammad SAW telah
diutus dengannya untuk
semua makhluk.
1. 2. Fatwa Ibnul Qayyim
Dalam kitabnya Ahkamu
Ahlidz Dzimmah beliau
berkata, “Adapun
mengucapkan selamat
berkenaan dengan syi ’ar-
syi’ar kekufuran yang
khusus bagi mereka
adalah haram menurut
kesepakatan para ulama.
Alasannya karena hal itu
mengandung persetujuan
terhadap syi ’ar-syi’ar
kekufuran yang mereka
lakukan.
1. 3. Fatwa MUI?
Sedangkan terkait
dengan fatwa MUI
tentang haramnya
mengucapkan selamat
natal, ketika mencari
dokumennya ternyata
kami kesulitan
mendapatkannya. Konon
kabarnya fatwa itu
dikeluarkan pada tahun
1984,
2. Pendapat Yang Tidak
Mengharamkan
Selain pendapat yang
tegas mengharamkan di
atas, kita juga
menemukan fatwa
sebagian dari ulama yang
cenderung tidak
mengharamkan ucapan
tahni'ah kepada umat
nasrani.
Yang menarik, ternyata
yang bersikap seperti ini
bukan hanya dari
kalangan liberalis atau
sekuleris, melainkan dari
tokoh sekaliber Dr. Yusuf
Al-Qaradawi. Tentunya
sikap beliau itu bukan
berarti harus selalu kita
ikuti.
2. 1. Fatwa Dr. Yusuf Al-
Qaradawi
Syeikh Dr. Yusuf Al-
Qaradawi mengatakan
bahwa merayakan hari
raya agama adalah hak
masing-masing agama.
Selama tidak merugikan
agama lain. Dan
termasuk hak tiap agama
untuk memberikan
tahni'ah saat perayaan
agama lainnya.
Maka kami sebagai
pemeluk Islam, agama
kami tidak melarang
kami untuk untuk
memberikan tahni'ah
kepada non muslim
warga negara kami atau
tetangga kami dalam hari
besar agama mereka.
Bahkan perbuatan ini
termasuk ke dalam
kategori al-birr
(perbuatan yang baik).
Sebagaimana firman
Allah SWT:
Allah tidak melarang
kamu untuk berbuat baik
dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada
memerangimu karena
agama dan tidak
mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-
orang yang berlaku adil.
(QS. Al-Mumtahanah: 8)
Kebolehan memberikan
tahni'ah ini terutama bila
pemeluk agama lain itu
juga telah memberikan
tahni'ah kepada kami
dalam perayaan hari raya
kami.
Apabila kamu diberi
penghormatan dengan
sesuatu penghormatan,
maka balaslah
penghormatan itu dengan
yang lebih baik dari
padanya, atau balaslah
penghormatan itu.
Sesungguhnya Allah
memperhitungankan
segala sesuatu.(QS. An-
Nisa': 86)
Namun Syeikh Yusuf Al-
Qaradawi secara tegas
mengatakan bahwa tidak
halal bagi seorang muslim
untuk ikut dalam ritual
dan perayaan agama
yang khusus milik agama
lain.
2.2. Fatwa Dr. Mustafa
Ahmad Zarqa'
Di dalam bank fatwa situs
Dr. Mustafa Ahmad
Zarqa', menyatakan
bahwa tidak ada dalil
yang secara tegas
melarang seorang muslim
mengucapkan tahniah
kepada orang kafir.
Beliau mengutip hadits
yang menyebutkan
bahwa Rasulullah SAW
pernah berdiri
menghormati jenazah
Yahudi. Penghormatan
dengan berdiri ini tidak
ada kaitannya dengan
pengakuan atas
kebenaran agama yang
diajut jenazah tersebut.
Sehingga menurut beliau,
ucapan tahni'ah kepada
saudara-saudara pemeluk
kristiani yang sedang
merayakan hari besar
mereka, tidak terkait
dengan pengakuan atas
kebenaran keyakinan
mereka, melainkan hanya
bagian dari mujamalah
(basa-basi) dan
muhasanah seorang
muslim kepada teman
dan koleganya yang
kebetulan berbeda
agama.
Dan beliau juga
memfatwakan bahwa
karena ucapan tahni'ah
ini dibolehkan, maka
pekerjaan yang terkait
dengan hal itu seperti
membuat kartu ucapan
selamat natal pun
hukumnya ikut dengan
hukum ucapan natalnya.
21 September jam 10:29 · Suka ·
Hapus
Tanya Jawab Masalah
Islam Namun beliau
menyatakan bahwa
ucapan tahni'ah ini harus
dibedakan dengan ikut
merayakan hari besar
secara langsung, seperti
dengan menghadiri
perayaan-perayaan natal
yang digelar di berbagai
tempat. Menghadiri
perayatan natal dan
upacara agama lain
hukumnya haram dan
termasuk perbuatan
mungkar.
2.3 Majelis Fatwa dan
Riset Eropa
Majelis Fatwa dan Riset
Eropajuga berpendapat
yang sama dengan fatwa
Dr. Ahmad Zarqa' dalam
hal kebolehan
mengucapkan tahni'ah,
karena tidak adanya dalil
langsung yang
mengharamkannya.
3. Pendapat Pertengahan
Di luar dari perbedaan
pendapat dari dua 'kubu'
di atas, kita juga
menemukan fatwa yang
agak dipertengahan,
tidak mengharamkan
secara mutlak tapi juga
tidak membolehkan
secara mutlak juga.
Sehingga yang dilakukan
adalah memilah-milah
antara ucapa yang benar-
benar haram dan ucapan
yang masih bisa ditolelir.
Salah satunya adalah
fatwa Dr. Abdussattar
Fathullah Said, beliau
adalah profesor di bidang
Ilmu Tafsir dan Ulumul-
Quran di Universitas Al-
Azhar Mesir. Dalam
masalah tahni'ah ini
beliau agak berhati-hati
dan memilahnya menjadi
dua. Ada tahni'ah yang
halal dan ada yang
haram.
3.1. Tahni'ah yang halal
adalah tahni'ah kepada
orang kafir tanpa
kandungan hal-hal yang
bertentangan dengan
syariah. Hukumnya halal
menurut beliau. Bahkan
termasuk ke dalam bab
husnul akhlaq yang
diperintahkan kepada
umat Islam.
Contohnya ucapan,
"Semoga tuhan memberi
petunjuk dan hidayah-
Nya kepada Anda di hari
ini." Beliau cenderung
membolehkan ucapan
seperti ini.
3.2. Tahni'ah yang haram
adalah tahni'ah kepada
orang kafir yang
mengandung unsur
bertentangan dengan
masalah diniyah,
hukumnya haram.
Misalnya ucapan tahniah
itu berbunyi, "Semoga
Tuhan memberkati diri
anda sekeluarga."
Beliau membolehkan
memberi hadiah kepada
non muslim, asalkan
hadiah yang halal, bukan
khamar, gambar maksiat
atau apapun yang
diharamkan Allah.
Sebagai awam, ketika
melihat para ulama
berbeda pandangan,
tentu kita harus arif dan
bijaksana. Kita tetap
wajib menghormati
perbedaan pendapat itu,
baik kepada pihak yang
fatwanya sesuai dengan
pendapat kita, atau pun
kepada yang berbeda
dengan selera kita.
Karena para ulama tidak
berbeda pendapat
kecuali karena memang
tidak didapat dalil yang
bersifat sharih dan qath'i.
Seandainya ada ayat atau
hadits shahih yang secara
tegas menyebutkan:
'Alaikum bi
tahni'atinnashara wal
kuffar', tentu semua
ulama akan sepakat.
Namun selama semua itu
merupakan ijtihad dan
penafsiran dari nash yang
bersifat mujmal, maka
seandainya benar ijtihad
itu, mujtahidnya akan
mendapat 2 pahala. Dan
seandainya salah, maka
hanya dapat 1 pahala.
Semoga kita tidak
terjebak dengan suasana
su'udzdzhan, semangat
saling menyalahkan
dengan sesama umat
Islam

Jumat, 24 Desember 2010

APAKAH SYIAH MENYIMPANG.??

Saya orang Suni, tapi saya
percaya Syiah juga benar.
Sebagaimana saya
percaya bahwa mazhab
Hanafi dan Maliki juga
benar. Saya tidak mau
disebut sebagai pembela
Syiah, tapi saya pembela
kebenaran. Jangankan
mentolerir kekerasan
antarmazhab saya tidak
pernah mengeluarkan
“ fatwa sesat dan kafir”
terhadap mazhab
tersebut, kepada
Ahmadiah yang kita
fatwakan sebagai ajaran
sesat pun kita tidak
mengizinkan
dilakukannya kekerasan
terhadap mereka.
Kita tidak boleh gampang
mengecap kafir kepada
sesama Muslim hanya
karena masalah furu ’iah
(masalah cabang/tidak
utama). Antara Syafii dan
Maliki terdapat
perbedaan, meskipun
Imam Malik itu guru
Imam Syafii. Ahmadiah
kita anggap sesat karena
mengklaim ada nabi lain
sesudah Nabi Muhammad
saw, sedangkan mazhab
Ahlulbait (Syiah) dan
Ahlussunah sama
meyakini tidak ada nabi
lain sesudah Nabi
Muhammad saw.
Perbedaan itu hal yang
alami dan biasa. Imam
Syafii, misalnya,
meletakkan tangannya di
atas dada saat
melaksanakan salat.
Namun saat berada di
Mekah —untuk
menghormati Imam Malik
— beliau meluruskan
tangannya dan tidak
membaca kunut dalam
salat subuhnya. Orang
yang sempit
pengetahuannya yang
menyalahkan seseorang
yang tangannya lurus
alias tidak bersedekap
dalam salatnya.
Sebagian kalangan
menganggap Syiah
sebagai mazhab sempalan
dan tidak termasuk
mazhab Islam yang sah?
Bagaimana pendapat
Anda?
Orang yang menganggap
Syiah sebagai mazhab
sempalan tidak bisa
disebut sebagai ulama.
Syiah dan Ahlussunah
tidak boleh saling
menyalahkan. Masing-
masing ulama kedua
mazhab tersebut memiliki
dalil. Syiah dan
Ahlussunah mempunyai
Tuhan, Nabi, dan Alquran
yang sama. Orang yang
mengklaim bahwa Syiah
punya Alquran yang
berbeda itu hanya fitnah
dan kebohongan semata.
Saya sangat kecewa
kalau ada salah satu
ulama mazhab
membenarkan
mazhabnya sendiri dan
tidak mengapresiasi
mazhab lainnya. Salat
yang dilakukan oleh
orang-orang Syiah sama
dengan salat yang
dipraktikkan Imam Malik.
pertama dan utama saya,
peliharalah persatuan
dan kesatuan antara
umat Islam. Banyak ayat
dalam Alquran yang
mengecam perpecahan
dan perselisihan di antara
sesama umat Islam,
seperti usaha
menyebarkan fitnah dan
percekcokan di tubuh
umat Islam dll. Kita harus
menjadi pelopor
persatuan dan tidak
membiarkan perpecahan
terjadi di tubuh umat
Islam. Contoh ideal
persatuan dan
persaudaraan antara
sesama muslim adalah
apa yang dilakukan oleh
Rasulullah saw. saat
mempersaudarakan
antara kaum Muhajirin
dan Ansar.
kedua, persatuan yang
ditekankan dalam ajaran
Islam bukan persatuan
yang pura-pura atau
untuk kepentingan
sesaat, namun persatuan
yang bersifat kontinu dan
sepanjang masa. Kita
tidak boleh terjebak
dalam fanatisme buta.
Saya saksikan sendiri di
Iran, khususnya di Qom,
banyak orang-orang alim
yang sangat toleran. di
Iran ada usaha serius
untuk mendekatkan dan
mencari titik temu
antara mazhab-mazhab
Islam yang tidak
ditemukan di tempat lain.
usaha keras para ulama
di bidang pendekatan
antara mazhab Islam.
Saya tekankan bahwa
setiap ulama mazhab
memiliki dalil atas setiap
pendapatnya dan pihak
yang berbeda mazhab
tidak boleh
menyalahkannya begitu
saja. Sebagai contoh,
kalangan ulama berbeda
pendapat berkaitan
dengan hukum mabit
(bermalam) di Mina. Ada
yang mewajibkannya dan
ada pula yang
menganggapnya sunah.
Jangankan antara Syiah
dan Ahlussunah, antara
sesama internal
Ahlussunah sendiri pun
terdapat perbedaan,
misalnya antara Syafii
dan Hanafi. Jadi,
perpecahan itu akan
melemahkan kita sebagai
umat Islam.
ketiga, sebagai pemuda,
jangan berputus asa.
Allah Swt.
memerintahkan kita
untuk tidak berputus asa.
Belajarlah bersungguh-
sungguh karena
menuntut ilmu itu suatu
kewajiban. Dan
hormatilah guru-guru
Anda karena mereka
adalah ibarat orang tua
bagi Anda. Menghormati
guru sama dengan
menghormati orang tua
Anda. Harapan kita dan
umat Islam terhadap
Anda begitu besar. Kami
berterima kasih atas
semua pihak yang
membantu Anda di sini,
terutama guru-guru
Anda.
Islam menekankan
persatuan sesama Muslim
dan tidak menghendaki
timbulnya fitnah, seperti
apa yang dilakukan oleh
Rasul saw. saat beliau
memerintahkan untuk
menghancurkan Masjid
Dirar. Karena tempat itu
dijadikan pusat
penyebaran fitnah dan
usaha untuk memecah
belah umat.
Seringkali karena
fanatisme, kita
melupakan persatuan.
Orang yang memecah
belah umat patut
dipertanyakan
keislamannya. Sebab,
orang munafiklah yang
bekerja untuk memecah
belah umat. Dan orang-
orang seperti ini
sepanjang sejarah selalu
ada hingga hari ini. , saya
tidak ingin melihat lagi
perpecahan dan
pengkafiran sesama
Islam.
wallohu'alam

Kamis, 23 Desember 2010

AGAMA APA YANG TERTUA.??

saat ini sariat zaman nabi
adam sudah tidak berlaku
lagi. karna berbeda pada
saat itu manusia masih
sedikit. dan yang
sekarang berlaku adalah
syariat Nabi Muhammad
SAW.sesuai tuntunan
Nabi Muhamamad.
Agama Buddha lahir di
negara India, lebih
tepatnya lagi di wilayah
Nepal sekarang, sebagai
reaksi terhadap agama
Brahmanisme. Sejarah
agama Buddha mulai dari
abad ke-6 SM Jadi tidak
yang tertua . syaritat
Musa, daud Lebih tua.
wallohu'alam

BOLEHKAH MENGHADIRI RESEPSI PERNIKAHAN NON MUSLIM

Tidak boleh memberi
ucapan selamat (tahniah)
atau ucapan
belangsungkawa ta'ziyah)
kepada mereka, karena
hal itu berarti
memberikan wala' dan
mahabbah kepada
mereka. Juga
dikarenakan hal tersebut
mengandung arti
pengagungan
(penghormatan) terhadap
mereka. Maka hal itu
diharamkan berdasarkan
larangan-larangan ini.
Sebagaimana haram
mengucapkan salam
terlebih dahulu atau
membuka jalan bagi
mereka.
Ibnul Qayyim berkata,
"Hendaklah berhati-hati
jangan sampai terjerumus
sebagaimana orang-
orang bodoh, ke dalam
ucapan-ucapan yang
menunjukkan ridha
mereka terhadap
agamanya. Seperti
ucapan mereka, "Semoga
Allah membahagiakan
kamu dengan agamamu",
atau "memberkatimu
dalam agamamu", atau
berkata, "Semoga Allah
memuliakannmu".
Kecuali jika berkata, "
Semoga Allah
memuliakanmu dengan
Islam", atau yang senada
dengan itu. Itu semua
tahniah dengan perkara-
perkara umum.
Tetapi jika tahni'ah itu
dengan syi'ar-syi'ar kufur
yang khusus milik mereka
seperti hari raya dan
puasa mereka, dengan
mengatakan, "Selamat
hari raya Natal" umpanya
atau "Berbahagialah
dengan hari raya ini"
atau yang senada dengan
itu,maka jika yang
mengucapakannya
selamat dari kekufuran,
dia tidak lepas dari
maksiat dan keharaman.
Sebab itu sama halnya
dengan memberikan
ucapan selamat terhadap
sujud mereka kepada
salib ; bahkan di sisi Allah
hal itu lebih dimurkai
daripada memberikan
selamat atas perbuatan
meminum khamr,
membunuh orang atau
berzina atau
sebangsanya.
Sikap kepada kafir http://
www.almanhaj.or.id/
category/view/38/page/1
Al-Wala dan al-Bara
http://
www.almanhaj.or.id/
category/view/49/page/1

Selasa, 21 Desember 2010

TAHUN BARU 1 MUHARROM & 1 SYURO

meneladani bagaimana
nabi, sahahabat dan
ulama, tentang suro-nan.
Suro (Asy Syuro)
bermakna sepuluh,
artinya hari ke sepuluh.
Allah telah menetapkan
bulan-bulan (dengan
nama-namanya) yang
duabelas jauh sebelum
Rasul Muhammad,
sehingga kita juga tahu,
Ayat pertama turun di
bulan Romadlon.
Ternyata pada tanggal
sepuluh Muharrom ini
banyak sekali kejadian
atau pengalaman Nabi
dan Rasul yang dikasihi
Allah dan diangkat lebih
tinggi derajatnya.... Nabi
Ibrohim tidak mempan
api, Nabi Musa terbebas
dari kejaran Fir'aun , dll.
Karenanya Rasulullah
Muhammad SAW
memerintahkan utnuk
memaknai hari tersebut
dengan mendalam dan
sebagai rasa ke-syukuran
yaitu dengan puasa
sunnah tanggal 10
Muharoom (Ini baru
Syuro...). Namun saat
itupun ada sahabat yang
menyampaikan. "Yaa
Rasul bukankah ummat
yahudi juga memuliakn
hari tersebut dengan
berpuasa karena Nabi
Musa terbebas dari
Firaun di laut Merah?".
Rasulullah menjawab,
"Benar, karenanya
buatlah tidak sama
dengan berpuasa juga
sehari sebelumnya
(Tasu'a = 9)". Ini yang
kemduian menjadi
kesunnahan bagi kita.
orang jawa menyebut
bulan muharrom dengan
bulan syuro

Senin, 20 Desember 2010

BOLEHKAH MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL.??

Mengucapkan “Selamat
Natal” sudah ditentukan
haram oleh sebagian
besar ulama di manca
negara dengan alasan
yang sama. Dalam
perkara ini, memang ada
yang menyatakan boleh.
Tetapi sebaiknya kita
sangat berhati-hati
terhadap orang kafir dan
agama mereka. Kalau
ada sebagian kecil ulama
yang menyatakan boleh,
1. Pendapat Haramnya
Ucapan Selamat Natal
Bagi Muslim
Haramnya umat Islam
mengucapkan Selamat
Natal itu terutama
dimotori oleh fatwa para
ulama di Saudi Arabia,
yaitu fatwa Al-'Allamah
Syeikh Al-Utsaimin. Beliau
dalam fatwanya menukil
pendapat Imam Ibnul
Qayyim
1. 1. Fatwa Syeikh
Al-'Utsaimin
Sebagaimana terdapat
dalam kitab Majma ’
Fatawa Fadlilah Asy-
Syaikh Muhammad bin
Shalih al- ‘Utsaimin,
(Jilid.III, h.44-46, No.403),
disebutkan bahwa:
Memberi selamat kepada
merekahukumnya haram,
sama saja apakah
terhadap mereka (orang-
orang kafir) yang terlibat
bisnis dengan seseorang
(muslim) atau tidak. Jadi
jika mereka memberi
selamat kepada kita
dengan ucapan selamat
hari raya mereka, kita
dilarang menjawabnya,
karena itu bukan hari
raya kita, dan hari raya
mereka tidaklah diridhai
Allah.
Hal itu merupakan salah
satu yang diada-adakan
(bid ’ah) di dalam agama
mereka, atau hal itu ada
syari ’atnya tapi telah
dihapuskan oleh agama
Islam yang Nabi
Muhammad SAW telah
diutus dengannya untuk
semua makhluk.
1. 2. Fatwa Ibnul Qayyim
Dalam kitabnya Ahkamu
Ahlidz Dzimmah beliau
berkata, “Adapun
mengucapkan selamat
berkenaan dengan syi ’ar-
syi’ar kekufuran yang
khusus bagi mereka
adalah haram menurut
kesepakatan para ulama.
Alasannya karena hal itu
mengandung persetujuan
terhadap syi ’ar-syi’ar
kekufuran yang mereka
lakukan.
2. Pendapat Yang Tidak
Mengharamkan
Selain pendapat yang
tegas mengharamkan di
atas, kita juga
menemukan fatwa
sebagian dari ulama yang
cenderung tidak
mengharamkan ucapan
tahni'ah kepada umat
nasrani.
Yang menarik, ternyata
yang bersikap seperti ini
bukan hanya dari
kalangan liberalis atau
sekuleris, melainkan dari
tokoh sekaliber Dr. Yusuf
Al-Qaradawi. Tentunya
sikap beliau itu bukan
berarti harus selalu kita
ikuti.
2. 1. Fatwa Dr. Yusuf Al-
Qaradawi
Syeikh Dr. Yusuf Al-
Qaradawi mengatakan
bahwa merayakan hari
raya agama adalah hak
masing-masing agama.
Selama tidak merugikan
agama lain. Dan
termasuk hak tiap agama
untuk memberikan
tahni'ah saat perayaan
agama lainnya.
Maka kami sebagai
pemeluk Islam, agama
kami tidak melarang
kami untuk untuk
memberikan tahni'ah
kepada non muslim
warga negara kami atau
tetangga kami dalam hari
besar agama mereka.
Bahkan perbuatan ini
termasuk ke dalam
kategori al-birr
(perbuatan yang baik).
Sebagaimana firman
Allah SWT:
Allah tidak melarang
kamu untuk berbuat baik
dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada
memerangimu karena
agama dan tidak
mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-
orang yang berlaku adil.
(QS. Al-Mumtahanah: 8)
Kebolehan memberikan
tahni'ah ini terutama bila
pemeluk agama lain itu
juga telah memberikan
tahni'ah kepada kami
dalam perayaan hari raya
kami.
Apabila kamu diberi
penghormatan dengan
sesuatu penghormatan,
maka balaslah
penghormatan itu dengan
yang lebih baik dari
padanya, atau balaslah
penghormatan itu.
Sesungguhnya Allah
memperhitungankan
segala sesuatu.(QS. An-
Nisa': 86)
Namun Syeikh Yusuf Al-
Qaradawi secara tegas
mengatakan bahwa tidak
halal bagi seorang muslim
untuk ikut dalam ritual
dan perayaan agama
yang khusus milik agama
lain.
2.2. Fatwa Dr. Mustafa
Ahmad Zarqa'
Dr. Mustafa Ahmad
Zarqa', menyatakan
bahwa tidak ada dalil
yang secara tegas
melarang seorang muslim
mengucapkan tahniah
kepada orang kafir.
Beliau mengutip hadits
yang menyebutkan
bahwa Rasulullah SAW
pernah berdiri
menghormati jenazah
Yahudi. Penghormatan
dengan berdiri ini tidak
ada kaitannya dengan
pengakuan atas
kebenaran agama yang
diajut jenazah tersebut.
Sehingga menurut beliau,
ucapan tahni'ah kepada
saudara-saudara pemeluk
kristiani yang sedang
merayakan hari besar
mereka, tidak terkait
dengan pengakuan atas
kebenaran keyakinan
mereka, melainkan hanya
bagian dari mujamalah
(basa-basi) dan
muhasanah seorang
muslim kepada teman
dan koleganya yang
kebetulan berbeda
agama.
Dan beliau juga
memfatwakan bahwa
karena ucapan tahni'ah
ini dibolehkan, maka
pekerjaan yang terkait
dengan hal itu seperti
membuat kartu ucapan
selamat natal pun
hukumnya ikut dengan
hukum ucapan natalnya.
Namun beliau
menyatakan bahwa
ucapan tahni'ah ini harus
dibedakan dengan ikut
merayakan hari besar
secara langsung, seperti
dengan menghadiri
perayaan-perayaan natal
yang digelar di berbagai
tempat. Menghadiri
perayatan natal dan
upacara agama lain
hukumnya haram dan
termasuk perbuatan
mungkar.
2.3 Majelis Fatwa dan
Riset Eropa
Majelis Fatwa dan Riset
Eropajuga berpendapat
yang sama dengan fatwa
Dr. Ahmad Zarqa' dalam
hal kebolehan
mengucapkan tahni'ah,
karena tidak adanya dalil
langsung yang
mengharamkannya.
3. Pendapat Pertengahan
Di luar dari perbedaan
pendapat dari dua 'kubu'
di atas, kita juga
menemukan fatwa yang
agak dipertengahan,
tidak mengharamkan
secara mutlak tapi juga
tidak membolehkan
secara mutlak juga.
Sehingga yang dilakukan
adalah memilah-milah
antara ucapa yang benar-
benar haram dan ucapan
yang masih bisa ditolelir.
Salah satunya adalah
fatwa Dr. Abdussattar
Fathullah Said, beliau
adalah profesor di bidang
Ilmu Tafsir dan Ulumul-
Quran di Universitas Al-
Azhar Mesir. Dalam
masalah tahni'ah ini
beliau agak berhati-hati
dan memilahnya menjadi
dua. Ada tahni'ah yang
halal dan ada yang
haram.
3.1. Tahni'ah yang halal
adalah tahni'ah kepada
orang kafir tanpa
kandungan hal-hal yang
bertentangan dengan
syariah. Hukumnya halal
menurut beliau. Bahkan
termasuk ke dalam bab
husnul akhlaq yang
diperintahkan kepada
umat Islam.
Contohnya ucapan,
"Semoga Tuhan memberi
petunjuk dan hidayah-
Nya kepada Anda di hari
ini." Beliau cenderung
membolehkan ucapan
seperti ini.
3.2. Tahni'ah yang haram
adalah tahni'ah kepada
orang kafir yang
mengandung unsur
bertentangan dengan
masalah diniyah,
hukumnya haram.
Misalnya ucapan tahniah
itu berbunyi, "Semoga
Tuhan memberkati diri
anda sekeluarga."
Beliau membolehkan
memberi hadiah kepada
non muslim, asalkan
hadiah yang halal, bukan
khamar, gambar maksiat
atau apapun yang
diharamkan Allah.
Sebagai awam, ketika
melihat para ulama
berbeda pandangan,
tentu kita harus arif dan
bijaksana. Kita tetap
wajib menghormati
perbedaan pendapat itu,
baik kepada pihak yang
fatwanya sesuai dengan
pendapat kita, atau pun
kepada yang berbeda
dengan selera kita.
Karena para ulama tidak
berbeda pendapat
kecuali karena memang
tidak didapat dalil yang
bersifat sharih dan qath'i.
Seandainya ada ayat atau
hadits shahih yang secara
tegas menyebutkan:
'Alaikum bi
tahni'atinnashara wal
kuffar', tentu semua
ulama akan sepakat.
Namun selama semua itu
merupakan ijtihad dan
penafsiran dari nash yang
bersifat mujmal, maka
seandainya benar ijtihad
itu, mujtahidnya akan
mendapat 2 pahala. Dan
seandainya salah, maka
hanya dapat 1 pahala.
Semoga kita tidak
terjebak dengan suasana
su'udzdzhan, semangat
saling menyalahkan
dengan sesama umat
Islam dan membuat
kemesraan yang sudah
terbentuk menjadi sirna.
Amin ya rabbal 'alamin
Wallahu a'lam
bishshawab, wassalamu
'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh

Rabu, 15 Desember 2010

APAKAH ORANG YG TIDAK MENDENGAR ISLAM AKAN MASUK SURGA.??

Perbedaan pendapat dalam masalah
ini adalah tentang hukum di akhirat,
bukan hukum di dunia. Tidak ada
satupun para ulama yang
mengatakan bahwa orang yang
tidak pernah mendengar Islam itu
adalah muslim, atau pada mereka
diberlakukan hukum orang muslim
di dunia. Oleh karena itu, perbedaan
pendapat yang ada bukanlah
tentang hukum di dunia. Al Imam
Ibnu Qayyim Rahimahullah berkata:
“ Wajib bagi setiap orang untuk
meyakini bahwa setiap manusia
yang tidak beragama dengan agama
Islam adalah kafir. Namun wajib
juga meyakini bahwa Allah Ta ’ala (di
akhirat) tidak akan mengadzab
orang yang belum disampaikan
hujjah. Ini secara umum. Adapun
secara khusus per individu, hanya
Allah yang mengetahuinya. Ini
semua berkaitan dengan balasan
dan hukuman di akhirat. Sedangkan
hukum di dunia, diterapkan
berdasarkan apa yang nampak.
Oleh karena itu, anak-anak kecil
orang kafir dan orang gila yang
kafir, di dunia diberlakukan hukum
orang kafir kepada
mereka ” ( Thariqul Hijratain, 384).
Pembahasan mengenai nasib orang
yang belum pernah mendengar
Islam di akhirat, adalah
permasalahanijtihadiyah yang
banyak dibahas para ulama. Namun
bahasan ini tidak termasuk
ushuluddin (pokok agama) dan
bukan ‘ijma. Oleh karena itu tidak
dibahas pada kebanyakan kitab
aqidah yang terkenal. Ada beberapa
pendapat ulama dalam
permasalahan ini: Pendapat pertama:
Orang yang mati dalam keadaan
belum pernah mendengar Islam,
masuk surga As Suyuthi
Rahimahullah berkata: “Para imam
Asy ‘ariyah yang termasuk ahlul
kalam dan ahlul ushul, serta ulama
ahli fiqih madzhab Syafi ’i
berpendapat bahwa orang yang
mati dalam keadaan belum pernah
mendengar Islam, ia masuk
surga ” (Al Haawi Lil Fatawa, 2 /202).
Sebagian ulama juga berpendapat
bahwa anak-anak kecil orang
musyrik masuk surga, sebagaimana
pendapat Ibnu Hazm, beliau berkata:
“ Mayoritas ulama berpendapat
bahwa anak-anak kecil orang
musyrik masuk surga, dan saya
juga berpendapat demikian ” (Al
Fashl, 4/73). Juga Imam An Nawawi
(Syarh Shahih Muslim, 16 /208) ,
Ibnu Hajar Al Asqalani juga
mengatakan bahwa pendapat ini
adalah pilihan Al Bukhari (Fathul
Baari, 3 /246) , juga Imam Al
Qurthubi (At Tadzkirah, 612) dan
Imam Ibnul Jauzi (Majmu ’ Fatawa
Syaikhil Islam, 24 /372). Pendapat
kedua: Orang yang mati dalam
keadaan belum pernah mendengar
Islam, masuk neraka Imam Ibnul
Qayyim Rahimahullah berkata: “Ini
adalah pendapat dari sejumlah
ulama ahlul kalam, ulama ahli tafsir,
juga salah satu pendapat dari
murid-murid Imam Ahmad. Al
Qadhi membawakan riwayat dari
Imam Ahmad tentang hal ini,
namun telah dibantah oleh guru
kami (Syaikhul Islam )” ( Thariqul
Hijratain, 362). Pendapat ini juga
diambil oleh sejumlah murid Abu
Hanifah (Jam ’ul Jawami’ Imam As
Subki, 1 /62). Pendapat ketiga:
Tawaqquf ( Abstain), dan
menyatakan nasib mereka terserah
pada kehendak Allah Ini adalah
pendapat Al Hamidain, Ibnul
Mubarak, Ishaq Ibnu Rahawaih.
Ibnu Abdil Barr berkata: “Nasib
mereka tergantung kepada
keputusan Al Malik, dan dalam hal ini
tidak ada nash yang menjelaskan,
kecuali riwayat dari para sahabat
yang menegaskan bahwa anak-anak
kecil muslim akan masuk surga dan
anak-anak kecil kafir tergantung
pada keputusan Allah ” (At Tamhid,
18/111-112). Pendapat keempat:
Mereka akan dites di depan pintu
neraka Allah memerintahkan mereka
masuk ke dalamnya. Jika mereka
patuh, mereka akan merasakan
hawa dingin dan mereka selamat.
Namun yang enggan masuk, berarti
ia telah membangkang kepada Allah
Ta ’ala dan dimasukkan ke dalam
neraka. Pendapat ini adalah
pendapat mayoritas para ulama
salaf, sebagaimana disampaikan
oleh Abul Hasan Al Asy ’ari (Al
Ibanah, 33). Pendapat ini dipilih oleh
Muhammad bin Nashir Al Marwazi,
Al Baihaqi, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah dan murid-muridnya,
Ibnu Qayyim Al Jauziyah, dan Ibnu
Katsir. Syaikhul Islam berkata: “
Manusia yang belum ditegakkan
hujjah padanya, seperti anak-anak
kecil, orang gila, ahlul fathrah, nasih
mereka sebagaimana terdapat pada
banya atsar, yaitu mereka akan dites
pada hari qiamat. Ada yang diutus
untuk memerintahkan mereka pada
ketaatan. Jika mereka taat, mereka
diberi surga. Jika mereka enggan
taat, diberi neraka ”. Imam Ibnu
Qayyim setelah menjelaskan
perbedaan pendapat dan dalil-
dalilnya, beliau berkata: “Pendapat ke
delapan, mereka berpendapat
bahwa naka-naka kecil orang kafir
akan dites di sebuah dataran di hari
kiamat. Setiap orang dikirimkan
Rasul (utusan). Orang yang
mematuhi utusan tersebut, akan
dimasuk surga. Yang
membangkang akan masuk neraka.
Dengan kata lain, sebagain mereka
ada yang masuk surga dan
sebagiannya ada yang masuk
neraka. Pendapat ini yang
mencakup dalil-dalil yang ada, dan
didukung oleh banyak
hadits ” ( Thariqul Hijratain, 369).
Kemudian Ibnu Qayyim
memaparkan dalil-dalil yang
mendukung pendapat ini, lalu
berkata: “Hadits-hadits ini saling
menguatkan. Dikuatkan juga dengan
ushul dan kaidah syariat. Dan
pendapat yang sesuai dengan
hadits-hadits ini adalah mazhab
salafush shalih, sebagaimana dinukil
oleh Al ‘Asy’ari
Rahimahullah” (Thariqul Hijratain,
371) Al Hafidz Ibnu Katsir
Rahimahullah berkata: “Para ulama
terdahulu dan ulama masa sekarang
berbeda pendapat mengenai anak
kecil yang meninggal dalam keadaan
kafir, bagaimana statusnya?
Demikian juga orang gila, orang tuli,
orang tua yang pikun dan ahlul
fatrah yang belum pernah
mendengar dakwah, terdapat
beberapa hadits yang membahas
status mereka. Dengan inaayah dan
taufiq Allah, akan saya sampaikan
kepada anda ” . Kemudian beliau
memaparkan hadits-hadits tersebut,
lalu menjelaskan pendapat-pendapat
yang ada, dan memilih pendapat
yang menyatakan bahwa mereka
akan dites kelak di hari kiamat. Beliau
berkata: “Pendapat inilah yang
mencakup semua dalil yang ada.
Dan hadits-hadits yang telah saya
sebutkan pun menegaskannya dan
saling menguatkan ” (Tafsir Ibni
Katsir, 3 /30). Syaikh Muhammad Al
Amin Asy Syinqithi, setelah
menyatakan memilih pendapat ini,
beliau berkata: “Ulama bersepakat
bahwa selagi masih mungkin, wajib
hukumnya untuk menggabungkan
dalil-dalil yang ada. Karena
mengamalkan dua dalil lebih utama
daripada beramal dengan salahsatu
saja. Dan tidak ada pendapat yang
bisa mencakup seluruh dalil kecuali
pendapat ini, yaitu mereka akan
diberi udzur lalu dites ” (Adhwa’ul
Bayan, 3 /440) Dalil penting yang
mendasari pendapat ini ada 2
macam: 1. Dalil Al Qur ’an Para
ulama yang berpegang pada
pendapat yang terakhir ini berdalil
dengan keumuman ayat-ayat
tentang tidak adanya azab sebelum
disampaikan hujjah. Contohnya
firman Allah Ta ’ala: “Setiap kali
dilemparkan ke dalamnya
sekumpulan (orang-orang kafir),
penjaga-penjaga (neraka itu)
bertanya kepada mereka: “ Apakah
belum pernah datang kepada kamu
(di dunia) seorang pemberi
peringatan? Mereka menjawab:
“ Benar ada”, sesungguhnya telah
datang kepada kami seorang
pemberi peringatan, lalu kami
mendustakan(nya )” (QS. Al Mulk:
8-9) Juga firman Allah Ta’ala:
“Sungguh Kami tidak akan
mengadzab sebelum mengutus
seorang Rasul ” (QS. Al Isra: 15) Dan
ayat-ayat yang lain yang
menunjukkan adanya udzur bagi
ahlul fatrah, karena utusan yang
memberi peringatan belum datang
kepada mereka (Dalil Al Qur ’an yang
lain silakan lihat Adhwa’ul Bayan, 3 /
429-433). Syaikh Abdurrahman As
Sa ’di rahimahullah menafsirkan ayat
ini: “Allah Ta’ala Maha Adil. Allah
tidak akan mengadzab seseorang,
kecuali orang tersebut sudah
ditegakkan hujjah padanya lalu ia
menentang. Sedangkan orang yang
belum disampaikan hujjah, maka ia
tidak akan diadzab. Ayat ini dijadikan
dalil bahwa Ahlul Fatrah dan anak-
anak kecil kafir tidak akan diadzab
oleh Allah, sampai seorang utusan
datang kepada mereka. Karena Allah
tidak mungkin berbuat
zhalim ” (Tafsir As Sa’di, 4/266) —
Tanya Jawab Masalah Islam jam 20
57 tanggal 02 Agustus 2010 2. Dalil
Hadits Para ulama yang berpegang
pada pendapat ini berdalil dengan
hadits- hadits yang tegas
menunjukkan bahwa orang yang
belum pernah disampaikan hujjah
akan dites kelak di hari kiamat.
Hadits yang paling terkenal dalam
hal ini adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Al Aswad bin
Sari ’, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: “Di hari kiamat
ada seorang yang tuli, tidak
mendengar apa-apa, ada orang
yang idiot, ada orang yang pikun,
ada yang mati pada masa fatrah.
Orang yang tuli berkata: ‘ Ya Rabb,
ketika Islam datang saat itu aku tuli,
tidak mendengar Islam sama sekali’.
Orang yang idiot berkata: ‘Ya Rabb,
ketika Islam datang, saat itu anak-
anak nakal sedang memasung aku
di dalam sumur ’. Orang yang pikun
berkata: ‘Ya Rabb, ketika Islam
datang aku sedang hilang akal’.
Orang yang mati pada masa fatrah
berkata: ‘ Ya Rabb, tidak ada utusan
yang datang untuk mengajakku
kepada Islam ’. Lalu diuji
kecenderungan hati mereka pada
ketaatan. Diutus utusan untuk
memerintahkan mereka masuk ke
neraka. Nabi bersabda: ‘Demi Allah,
jika mereka masuk ke dalamnya,
mereka akan merasakan dingin dan
mereka mendapat
keselamatan ‘” (HR. Ahmad no.
16344 , Thabrani 2 /79. Di-shahih-
kan Al Albani dalam Silsilah Ash
Shahihah no. 1434) Terdapat juga
hadits semisal yang diriwayatkan
dari Abu Hurairah, namun lafadz
akhirnya berbunyi: “Diantara mereka
yang patuh memasuki neraka akan
merasakan dingin dan akhirnya
selamat. Sedangkan yang enggan
memasukinya justru akan diseret ke
dalamnya ” (HR. Ahmad no. 16345)
Pendapat yang didasari hadits ini
merupakan pendapat yang
mencakup keseluruhan dalil,
sebagaimana nukilan dari para
imam. Syaikhul Islam berkata: “
Dengan penjelasan hadits ini, maka
tuntaslah perdebatan yang berupa
pembicaraan panjang lebar sampai
menimbulkan perdebatan. Karena
bagi yang berpendapat bahwa
mereka semua masuk neraka,
terdapat nash yang
menyalahkannya. Dan bagi yang
berpendapat bahwa mereka semua
masuk surga, juga terdapat nash
yang menyalahkannya ” (Dar’ut Ta’
arudh, 8 /401). Syaikh Asy
SyinqithiRahimahullah setelah
memilih pendapat ini ia berkata: “
Hadits in shahih dari Nabi
Shallallahu ’alaihi Wasallam. Dan
keshahihan hadits adalah solusi dari
perdebatan. Maka tidak ada lagi sisi
yang dapat didebat dengan adanya
hadits ini ” (Adhwa’ul Bayan, 3 /438).
Sebagian ulama membantah
pendapat ini, semisal Ibnu Abdil
Barr, Al Qurthubi dan Al Hulaimi,
ringkasnya mereka mengatakan
bahwa hadits-hadits tentang hal ini
tidak shahih, dan ini bertentangan
dengan prinsip pokok bahwa akhirat
bukan lagi tempat manusia diuji (At
Tadzkirah, 611- 612 , At Tamhiid,
18 /130). Namun sanggahan ini
dijawab dengan 2 poin: 1. Hadits-
hadits tentang hal ini shahih dan
diriwayatkan dari jalur yang banyak.
Telah kami paparkan sedikit
penjelasannya. 2. Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah berkata: “Takliif
(beban syariat) berakhir di alam
pembalasan, yaitu di neraka atau di
surga. Sedangkan mereka yang
dites di halaman akhirat itu
sebagaimana pertanyaan di alam
barzakh. Yaitu mereka ditanya: Siapa
Rabb-mu? Apa agamamu? Siapa
Nabimu? Dan Allah Ta ’ala berfirman:
“Pada hari betis disingkapkan dan
mereka dipanggil untuk bersujud;
maka mereka tidak kuasa. (Dalam
keadaan) pandangan mereka tunduk
ke bawah, lagi mereka diliputi
kehinaan. Dan sesungguhnya
mereka dahulu (di dunia) diseru
untuk bersujud, dan mereka dalam
keadaan sejahtera. ” (QS. Al Qalam:
42-43) At Thibbi berkata: “Jangan
menetapkan bahwa dunia itu alam
ujian dan akhirat itu alam
pembalasan. Karena tidak ada
pengkhususan seperti itu. Buktinya
di alam kubur, yang merupakan
pintu gerbang akhirat, terdapat ujian
dan terdapat kesulitan dengan
adanya pertanyaan ” (Fathul Baari,
11/451) . Ibnul Qayyim pun
membuat telaah singkat dalam
membantah sanggahan ini, beliau
berkata: “Jika ada yang berkata
bahwa akhirat adalah alam
pembalasan bukan lagi alam
pembebanan, maka bagaimana
mungkin mereka dites di akhirat?
Jawabannya, pembenanan itu
berhenti jika telah memasuki darul
qarar (surga dan neraka).
Sedangkan di barzakh dan di
halaman akhirat, pembebanan
belum berhenti. Ini dapat dipahami
dengan mudah walau tanpa
menelaah, dengan adanya
pertanyaan malaikat di alam barzakh
dan ini merupakan takliif
( pembebanan). Sedangkan di
halaman akhirat, Allah Ta ’ala
berfirman: Dan ini jelas sekali.
Karena Allah Ta ’ala menyuruh
makhluk-Nya untuk bersujud di hari
kiamat kelak dan orang kafir ketika
itu dihalangi oleh Allah sehingga
tidak mampu bersujud ” (Thariqul
Hijratain, 373). Dan hadits-hadits
banyak menyebutkan tentang
adanya pembebanan di hari kiamat,
sebagaimana pada hadits-hadits
yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim
dan Ibnu Katsir, serta ulama yang
lain. [Sampai di sini kutipan dari
Kitab Nawaqidhul Iman Wa
Dhawabitut Takfir 'Indas Salaf
(1 /294) ] Kesimpulannya, di dunia
mereka tetap dianggap sebagai
orang kafir. Jika meninggal tidak
dimandikan, tidak dishalatkan dan
tidak boleh dikubur di pemakaman
kaum muslimin. Namun tentang
nasib mereka di akhirat kelak,
pendapat yang paling kuat, mereka
akan diuji. Jika dapat melewati ujian
tersebut mereka akan masuk surga,
jika tidak akan masuk neraka.
Sebagaimana telah dipaparkan di
atas. Demikian, semoga dapat
dipahami. Semoga Allah
menetapkan hati kita di jalan-Nya.