Senin, 20 Desember 2010

BOLEHKAH MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL.??

Mengucapkan “Selamat
Natal” sudah ditentukan
haram oleh sebagian
besar ulama di manca
negara dengan alasan
yang sama. Dalam
perkara ini, memang ada
yang menyatakan boleh.
Tetapi sebaiknya kita
sangat berhati-hati
terhadap orang kafir dan
agama mereka. Kalau
ada sebagian kecil ulama
yang menyatakan boleh,
1. Pendapat Haramnya
Ucapan Selamat Natal
Bagi Muslim
Haramnya umat Islam
mengucapkan Selamat
Natal itu terutama
dimotori oleh fatwa para
ulama di Saudi Arabia,
yaitu fatwa Al-'Allamah
Syeikh Al-Utsaimin. Beliau
dalam fatwanya menukil
pendapat Imam Ibnul
Qayyim
1. 1. Fatwa Syeikh
Al-'Utsaimin
Sebagaimana terdapat
dalam kitab Majma ’
Fatawa Fadlilah Asy-
Syaikh Muhammad bin
Shalih al- ‘Utsaimin,
(Jilid.III, h.44-46, No.403),
disebutkan bahwa:
Memberi selamat kepada
merekahukumnya haram,
sama saja apakah
terhadap mereka (orang-
orang kafir) yang terlibat
bisnis dengan seseorang
(muslim) atau tidak. Jadi
jika mereka memberi
selamat kepada kita
dengan ucapan selamat
hari raya mereka, kita
dilarang menjawabnya,
karena itu bukan hari
raya kita, dan hari raya
mereka tidaklah diridhai
Allah.
Hal itu merupakan salah
satu yang diada-adakan
(bid ’ah) di dalam agama
mereka, atau hal itu ada
syari ’atnya tapi telah
dihapuskan oleh agama
Islam yang Nabi
Muhammad SAW telah
diutus dengannya untuk
semua makhluk.
1. 2. Fatwa Ibnul Qayyim
Dalam kitabnya Ahkamu
Ahlidz Dzimmah beliau
berkata, “Adapun
mengucapkan selamat
berkenaan dengan syi ’ar-
syi’ar kekufuran yang
khusus bagi mereka
adalah haram menurut
kesepakatan para ulama.
Alasannya karena hal itu
mengandung persetujuan
terhadap syi ’ar-syi’ar
kekufuran yang mereka
lakukan.
2. Pendapat Yang Tidak
Mengharamkan
Selain pendapat yang
tegas mengharamkan di
atas, kita juga
menemukan fatwa
sebagian dari ulama yang
cenderung tidak
mengharamkan ucapan
tahni'ah kepada umat
nasrani.
Yang menarik, ternyata
yang bersikap seperti ini
bukan hanya dari
kalangan liberalis atau
sekuleris, melainkan dari
tokoh sekaliber Dr. Yusuf
Al-Qaradawi. Tentunya
sikap beliau itu bukan
berarti harus selalu kita
ikuti.
2. 1. Fatwa Dr. Yusuf Al-
Qaradawi
Syeikh Dr. Yusuf Al-
Qaradawi mengatakan
bahwa merayakan hari
raya agama adalah hak
masing-masing agama.
Selama tidak merugikan
agama lain. Dan
termasuk hak tiap agama
untuk memberikan
tahni'ah saat perayaan
agama lainnya.
Maka kami sebagai
pemeluk Islam, agama
kami tidak melarang
kami untuk untuk
memberikan tahni'ah
kepada non muslim
warga negara kami atau
tetangga kami dalam hari
besar agama mereka.
Bahkan perbuatan ini
termasuk ke dalam
kategori al-birr
(perbuatan yang baik).
Sebagaimana firman
Allah SWT:
Allah tidak melarang
kamu untuk berbuat baik
dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada
memerangimu karena
agama dan tidak
mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-
orang yang berlaku adil.
(QS. Al-Mumtahanah: 8)
Kebolehan memberikan
tahni'ah ini terutama bila
pemeluk agama lain itu
juga telah memberikan
tahni'ah kepada kami
dalam perayaan hari raya
kami.
Apabila kamu diberi
penghormatan dengan
sesuatu penghormatan,
maka balaslah
penghormatan itu dengan
yang lebih baik dari
padanya, atau balaslah
penghormatan itu.
Sesungguhnya Allah
memperhitungankan
segala sesuatu.(QS. An-
Nisa': 86)
Namun Syeikh Yusuf Al-
Qaradawi secara tegas
mengatakan bahwa tidak
halal bagi seorang muslim
untuk ikut dalam ritual
dan perayaan agama
yang khusus milik agama
lain.
2.2. Fatwa Dr. Mustafa
Ahmad Zarqa'
Dr. Mustafa Ahmad
Zarqa', menyatakan
bahwa tidak ada dalil
yang secara tegas
melarang seorang muslim
mengucapkan tahniah
kepada orang kafir.
Beliau mengutip hadits
yang menyebutkan
bahwa Rasulullah SAW
pernah berdiri
menghormati jenazah
Yahudi. Penghormatan
dengan berdiri ini tidak
ada kaitannya dengan
pengakuan atas
kebenaran agama yang
diajut jenazah tersebut.
Sehingga menurut beliau,
ucapan tahni'ah kepada
saudara-saudara pemeluk
kristiani yang sedang
merayakan hari besar
mereka, tidak terkait
dengan pengakuan atas
kebenaran keyakinan
mereka, melainkan hanya
bagian dari mujamalah
(basa-basi) dan
muhasanah seorang
muslim kepada teman
dan koleganya yang
kebetulan berbeda
agama.
Dan beliau juga
memfatwakan bahwa
karena ucapan tahni'ah
ini dibolehkan, maka
pekerjaan yang terkait
dengan hal itu seperti
membuat kartu ucapan
selamat natal pun
hukumnya ikut dengan
hukum ucapan natalnya.
Namun beliau
menyatakan bahwa
ucapan tahni'ah ini harus
dibedakan dengan ikut
merayakan hari besar
secara langsung, seperti
dengan menghadiri
perayaan-perayaan natal
yang digelar di berbagai
tempat. Menghadiri
perayatan natal dan
upacara agama lain
hukumnya haram dan
termasuk perbuatan
mungkar.
2.3 Majelis Fatwa dan
Riset Eropa
Majelis Fatwa dan Riset
Eropajuga berpendapat
yang sama dengan fatwa
Dr. Ahmad Zarqa' dalam
hal kebolehan
mengucapkan tahni'ah,
karena tidak adanya dalil
langsung yang
mengharamkannya.
3. Pendapat Pertengahan
Di luar dari perbedaan
pendapat dari dua 'kubu'
di atas, kita juga
menemukan fatwa yang
agak dipertengahan,
tidak mengharamkan
secara mutlak tapi juga
tidak membolehkan
secara mutlak juga.
Sehingga yang dilakukan
adalah memilah-milah
antara ucapa yang benar-
benar haram dan ucapan
yang masih bisa ditolelir.
Salah satunya adalah
fatwa Dr. Abdussattar
Fathullah Said, beliau
adalah profesor di bidang
Ilmu Tafsir dan Ulumul-
Quran di Universitas Al-
Azhar Mesir. Dalam
masalah tahni'ah ini
beliau agak berhati-hati
dan memilahnya menjadi
dua. Ada tahni'ah yang
halal dan ada yang
haram.
3.1. Tahni'ah yang halal
adalah tahni'ah kepada
orang kafir tanpa
kandungan hal-hal yang
bertentangan dengan
syariah. Hukumnya halal
menurut beliau. Bahkan
termasuk ke dalam bab
husnul akhlaq yang
diperintahkan kepada
umat Islam.
Contohnya ucapan,
"Semoga Tuhan memberi
petunjuk dan hidayah-
Nya kepada Anda di hari
ini." Beliau cenderung
membolehkan ucapan
seperti ini.
3.2. Tahni'ah yang haram
adalah tahni'ah kepada
orang kafir yang
mengandung unsur
bertentangan dengan
masalah diniyah,
hukumnya haram.
Misalnya ucapan tahniah
itu berbunyi, "Semoga
Tuhan memberkati diri
anda sekeluarga."
Beliau membolehkan
memberi hadiah kepada
non muslim, asalkan
hadiah yang halal, bukan
khamar, gambar maksiat
atau apapun yang
diharamkan Allah.
Sebagai awam, ketika
melihat para ulama
berbeda pandangan,
tentu kita harus arif dan
bijaksana. Kita tetap
wajib menghormati
perbedaan pendapat itu,
baik kepada pihak yang
fatwanya sesuai dengan
pendapat kita, atau pun
kepada yang berbeda
dengan selera kita.
Karena para ulama tidak
berbeda pendapat
kecuali karena memang
tidak didapat dalil yang
bersifat sharih dan qath'i.
Seandainya ada ayat atau
hadits shahih yang secara
tegas menyebutkan:
'Alaikum bi
tahni'atinnashara wal
kuffar', tentu semua
ulama akan sepakat.
Namun selama semua itu
merupakan ijtihad dan
penafsiran dari nash yang
bersifat mujmal, maka
seandainya benar ijtihad
itu, mujtahidnya akan
mendapat 2 pahala. Dan
seandainya salah, maka
hanya dapat 1 pahala.
Semoga kita tidak
terjebak dengan suasana
su'udzdzhan, semangat
saling menyalahkan
dengan sesama umat
Islam dan membuat
kemesraan yang sudah
terbentuk menjadi sirna.
Amin ya rabbal 'alamin
Wallahu a'lam
bishshawab, wassalamu
'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar