Rabu, 15 Desember 2010

APAKAH ORANG YG TIDAK MENDENGAR ISLAM AKAN MASUK SURGA.??

Perbedaan pendapat dalam masalah
ini adalah tentang hukum di akhirat,
bukan hukum di dunia. Tidak ada
satupun para ulama yang
mengatakan bahwa orang yang
tidak pernah mendengar Islam itu
adalah muslim, atau pada mereka
diberlakukan hukum orang muslim
di dunia. Oleh karena itu, perbedaan
pendapat yang ada bukanlah
tentang hukum di dunia. Al Imam
Ibnu Qayyim Rahimahullah berkata:
“ Wajib bagi setiap orang untuk
meyakini bahwa setiap manusia
yang tidak beragama dengan agama
Islam adalah kafir. Namun wajib
juga meyakini bahwa Allah Ta ’ala (di
akhirat) tidak akan mengadzab
orang yang belum disampaikan
hujjah. Ini secara umum. Adapun
secara khusus per individu, hanya
Allah yang mengetahuinya. Ini
semua berkaitan dengan balasan
dan hukuman di akhirat. Sedangkan
hukum di dunia, diterapkan
berdasarkan apa yang nampak.
Oleh karena itu, anak-anak kecil
orang kafir dan orang gila yang
kafir, di dunia diberlakukan hukum
orang kafir kepada
mereka ” ( Thariqul Hijratain, 384).
Pembahasan mengenai nasib orang
yang belum pernah mendengar
Islam di akhirat, adalah
permasalahanijtihadiyah yang
banyak dibahas para ulama. Namun
bahasan ini tidak termasuk
ushuluddin (pokok agama) dan
bukan ‘ijma. Oleh karena itu tidak
dibahas pada kebanyakan kitab
aqidah yang terkenal. Ada beberapa
pendapat ulama dalam
permasalahan ini: Pendapat pertama:
Orang yang mati dalam keadaan
belum pernah mendengar Islam,
masuk surga As Suyuthi
Rahimahullah berkata: “Para imam
Asy ‘ariyah yang termasuk ahlul
kalam dan ahlul ushul, serta ulama
ahli fiqih madzhab Syafi ’i
berpendapat bahwa orang yang
mati dalam keadaan belum pernah
mendengar Islam, ia masuk
surga ” (Al Haawi Lil Fatawa, 2 /202).
Sebagian ulama juga berpendapat
bahwa anak-anak kecil orang
musyrik masuk surga, sebagaimana
pendapat Ibnu Hazm, beliau berkata:
“ Mayoritas ulama berpendapat
bahwa anak-anak kecil orang
musyrik masuk surga, dan saya
juga berpendapat demikian ” (Al
Fashl, 4/73). Juga Imam An Nawawi
(Syarh Shahih Muslim, 16 /208) ,
Ibnu Hajar Al Asqalani juga
mengatakan bahwa pendapat ini
adalah pilihan Al Bukhari (Fathul
Baari, 3 /246) , juga Imam Al
Qurthubi (At Tadzkirah, 612) dan
Imam Ibnul Jauzi (Majmu ’ Fatawa
Syaikhil Islam, 24 /372). Pendapat
kedua: Orang yang mati dalam
keadaan belum pernah mendengar
Islam, masuk neraka Imam Ibnul
Qayyim Rahimahullah berkata: “Ini
adalah pendapat dari sejumlah
ulama ahlul kalam, ulama ahli tafsir,
juga salah satu pendapat dari
murid-murid Imam Ahmad. Al
Qadhi membawakan riwayat dari
Imam Ahmad tentang hal ini,
namun telah dibantah oleh guru
kami (Syaikhul Islam )” ( Thariqul
Hijratain, 362). Pendapat ini juga
diambil oleh sejumlah murid Abu
Hanifah (Jam ’ul Jawami’ Imam As
Subki, 1 /62). Pendapat ketiga:
Tawaqquf ( Abstain), dan
menyatakan nasib mereka terserah
pada kehendak Allah Ini adalah
pendapat Al Hamidain, Ibnul
Mubarak, Ishaq Ibnu Rahawaih.
Ibnu Abdil Barr berkata: “Nasib
mereka tergantung kepada
keputusan Al Malik, dan dalam hal ini
tidak ada nash yang menjelaskan,
kecuali riwayat dari para sahabat
yang menegaskan bahwa anak-anak
kecil muslim akan masuk surga dan
anak-anak kecil kafir tergantung
pada keputusan Allah ” (At Tamhid,
18/111-112). Pendapat keempat:
Mereka akan dites di depan pintu
neraka Allah memerintahkan mereka
masuk ke dalamnya. Jika mereka
patuh, mereka akan merasakan
hawa dingin dan mereka selamat.
Namun yang enggan masuk, berarti
ia telah membangkang kepada Allah
Ta ’ala dan dimasukkan ke dalam
neraka. Pendapat ini adalah
pendapat mayoritas para ulama
salaf, sebagaimana disampaikan
oleh Abul Hasan Al Asy ’ari (Al
Ibanah, 33). Pendapat ini dipilih oleh
Muhammad bin Nashir Al Marwazi,
Al Baihaqi, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah dan murid-muridnya,
Ibnu Qayyim Al Jauziyah, dan Ibnu
Katsir. Syaikhul Islam berkata: “
Manusia yang belum ditegakkan
hujjah padanya, seperti anak-anak
kecil, orang gila, ahlul fathrah, nasih
mereka sebagaimana terdapat pada
banya atsar, yaitu mereka akan dites
pada hari qiamat. Ada yang diutus
untuk memerintahkan mereka pada
ketaatan. Jika mereka taat, mereka
diberi surga. Jika mereka enggan
taat, diberi neraka ”. Imam Ibnu
Qayyim setelah menjelaskan
perbedaan pendapat dan dalil-
dalilnya, beliau berkata: “Pendapat ke
delapan, mereka berpendapat
bahwa naka-naka kecil orang kafir
akan dites di sebuah dataran di hari
kiamat. Setiap orang dikirimkan
Rasul (utusan). Orang yang
mematuhi utusan tersebut, akan
dimasuk surga. Yang
membangkang akan masuk neraka.
Dengan kata lain, sebagain mereka
ada yang masuk surga dan
sebagiannya ada yang masuk
neraka. Pendapat ini yang
mencakup dalil-dalil yang ada, dan
didukung oleh banyak
hadits ” ( Thariqul Hijratain, 369).
Kemudian Ibnu Qayyim
memaparkan dalil-dalil yang
mendukung pendapat ini, lalu
berkata: “Hadits-hadits ini saling
menguatkan. Dikuatkan juga dengan
ushul dan kaidah syariat. Dan
pendapat yang sesuai dengan
hadits-hadits ini adalah mazhab
salafush shalih, sebagaimana dinukil
oleh Al ‘Asy’ari
Rahimahullah” (Thariqul Hijratain,
371) Al Hafidz Ibnu Katsir
Rahimahullah berkata: “Para ulama
terdahulu dan ulama masa sekarang
berbeda pendapat mengenai anak
kecil yang meninggal dalam keadaan
kafir, bagaimana statusnya?
Demikian juga orang gila, orang tuli,
orang tua yang pikun dan ahlul
fatrah yang belum pernah
mendengar dakwah, terdapat
beberapa hadits yang membahas
status mereka. Dengan inaayah dan
taufiq Allah, akan saya sampaikan
kepada anda ” . Kemudian beliau
memaparkan hadits-hadits tersebut,
lalu menjelaskan pendapat-pendapat
yang ada, dan memilih pendapat
yang menyatakan bahwa mereka
akan dites kelak di hari kiamat. Beliau
berkata: “Pendapat inilah yang
mencakup semua dalil yang ada.
Dan hadits-hadits yang telah saya
sebutkan pun menegaskannya dan
saling menguatkan ” (Tafsir Ibni
Katsir, 3 /30). Syaikh Muhammad Al
Amin Asy Syinqithi, setelah
menyatakan memilih pendapat ini,
beliau berkata: “Ulama bersepakat
bahwa selagi masih mungkin, wajib
hukumnya untuk menggabungkan
dalil-dalil yang ada. Karena
mengamalkan dua dalil lebih utama
daripada beramal dengan salahsatu
saja. Dan tidak ada pendapat yang
bisa mencakup seluruh dalil kecuali
pendapat ini, yaitu mereka akan
diberi udzur lalu dites ” (Adhwa’ul
Bayan, 3 /440) Dalil penting yang
mendasari pendapat ini ada 2
macam: 1. Dalil Al Qur ’an Para
ulama yang berpegang pada
pendapat yang terakhir ini berdalil
dengan keumuman ayat-ayat
tentang tidak adanya azab sebelum
disampaikan hujjah. Contohnya
firman Allah Ta ’ala: “Setiap kali
dilemparkan ke dalamnya
sekumpulan (orang-orang kafir),
penjaga-penjaga (neraka itu)
bertanya kepada mereka: “ Apakah
belum pernah datang kepada kamu
(di dunia) seorang pemberi
peringatan? Mereka menjawab:
“ Benar ada”, sesungguhnya telah
datang kepada kami seorang
pemberi peringatan, lalu kami
mendustakan(nya )” (QS. Al Mulk:
8-9) Juga firman Allah Ta’ala:
“Sungguh Kami tidak akan
mengadzab sebelum mengutus
seorang Rasul ” (QS. Al Isra: 15) Dan
ayat-ayat yang lain yang
menunjukkan adanya udzur bagi
ahlul fatrah, karena utusan yang
memberi peringatan belum datang
kepada mereka (Dalil Al Qur ’an yang
lain silakan lihat Adhwa’ul Bayan, 3 /
429-433). Syaikh Abdurrahman As
Sa ’di rahimahullah menafsirkan ayat
ini: “Allah Ta’ala Maha Adil. Allah
tidak akan mengadzab seseorang,
kecuali orang tersebut sudah
ditegakkan hujjah padanya lalu ia
menentang. Sedangkan orang yang
belum disampaikan hujjah, maka ia
tidak akan diadzab. Ayat ini dijadikan
dalil bahwa Ahlul Fatrah dan anak-
anak kecil kafir tidak akan diadzab
oleh Allah, sampai seorang utusan
datang kepada mereka. Karena Allah
tidak mungkin berbuat
zhalim ” (Tafsir As Sa’di, 4/266) —
Tanya Jawab Masalah Islam jam 20
57 tanggal 02 Agustus 2010 2. Dalil
Hadits Para ulama yang berpegang
pada pendapat ini berdalil dengan
hadits- hadits yang tegas
menunjukkan bahwa orang yang
belum pernah disampaikan hujjah
akan dites kelak di hari kiamat.
Hadits yang paling terkenal dalam
hal ini adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Al Aswad bin
Sari ’, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: “Di hari kiamat
ada seorang yang tuli, tidak
mendengar apa-apa, ada orang
yang idiot, ada orang yang pikun,
ada yang mati pada masa fatrah.
Orang yang tuli berkata: ‘ Ya Rabb,
ketika Islam datang saat itu aku tuli,
tidak mendengar Islam sama sekali’.
Orang yang idiot berkata: ‘Ya Rabb,
ketika Islam datang, saat itu anak-
anak nakal sedang memasung aku
di dalam sumur ’. Orang yang pikun
berkata: ‘Ya Rabb, ketika Islam
datang aku sedang hilang akal’.
Orang yang mati pada masa fatrah
berkata: ‘ Ya Rabb, tidak ada utusan
yang datang untuk mengajakku
kepada Islam ’. Lalu diuji
kecenderungan hati mereka pada
ketaatan. Diutus utusan untuk
memerintahkan mereka masuk ke
neraka. Nabi bersabda: ‘Demi Allah,
jika mereka masuk ke dalamnya,
mereka akan merasakan dingin dan
mereka mendapat
keselamatan ‘” (HR. Ahmad no.
16344 , Thabrani 2 /79. Di-shahih-
kan Al Albani dalam Silsilah Ash
Shahihah no. 1434) Terdapat juga
hadits semisal yang diriwayatkan
dari Abu Hurairah, namun lafadz
akhirnya berbunyi: “Diantara mereka
yang patuh memasuki neraka akan
merasakan dingin dan akhirnya
selamat. Sedangkan yang enggan
memasukinya justru akan diseret ke
dalamnya ” (HR. Ahmad no. 16345)
Pendapat yang didasari hadits ini
merupakan pendapat yang
mencakup keseluruhan dalil,
sebagaimana nukilan dari para
imam. Syaikhul Islam berkata: “
Dengan penjelasan hadits ini, maka
tuntaslah perdebatan yang berupa
pembicaraan panjang lebar sampai
menimbulkan perdebatan. Karena
bagi yang berpendapat bahwa
mereka semua masuk neraka,
terdapat nash yang
menyalahkannya. Dan bagi yang
berpendapat bahwa mereka semua
masuk surga, juga terdapat nash
yang menyalahkannya ” (Dar’ut Ta’
arudh, 8 /401). Syaikh Asy
SyinqithiRahimahullah setelah
memilih pendapat ini ia berkata: “
Hadits in shahih dari Nabi
Shallallahu ’alaihi Wasallam. Dan
keshahihan hadits adalah solusi dari
perdebatan. Maka tidak ada lagi sisi
yang dapat didebat dengan adanya
hadits ini ” (Adhwa’ul Bayan, 3 /438).
Sebagian ulama membantah
pendapat ini, semisal Ibnu Abdil
Barr, Al Qurthubi dan Al Hulaimi,
ringkasnya mereka mengatakan
bahwa hadits-hadits tentang hal ini
tidak shahih, dan ini bertentangan
dengan prinsip pokok bahwa akhirat
bukan lagi tempat manusia diuji (At
Tadzkirah, 611- 612 , At Tamhiid,
18 /130). Namun sanggahan ini
dijawab dengan 2 poin: 1. Hadits-
hadits tentang hal ini shahih dan
diriwayatkan dari jalur yang banyak.
Telah kami paparkan sedikit
penjelasannya. 2. Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah berkata: “Takliif
(beban syariat) berakhir di alam
pembalasan, yaitu di neraka atau di
surga. Sedangkan mereka yang
dites di halaman akhirat itu
sebagaimana pertanyaan di alam
barzakh. Yaitu mereka ditanya: Siapa
Rabb-mu? Apa agamamu? Siapa
Nabimu? Dan Allah Ta ’ala berfirman:
“Pada hari betis disingkapkan dan
mereka dipanggil untuk bersujud;
maka mereka tidak kuasa. (Dalam
keadaan) pandangan mereka tunduk
ke bawah, lagi mereka diliputi
kehinaan. Dan sesungguhnya
mereka dahulu (di dunia) diseru
untuk bersujud, dan mereka dalam
keadaan sejahtera. ” (QS. Al Qalam:
42-43) At Thibbi berkata: “Jangan
menetapkan bahwa dunia itu alam
ujian dan akhirat itu alam
pembalasan. Karena tidak ada
pengkhususan seperti itu. Buktinya
di alam kubur, yang merupakan
pintu gerbang akhirat, terdapat ujian
dan terdapat kesulitan dengan
adanya pertanyaan ” (Fathul Baari,
11/451) . Ibnul Qayyim pun
membuat telaah singkat dalam
membantah sanggahan ini, beliau
berkata: “Jika ada yang berkata
bahwa akhirat adalah alam
pembalasan bukan lagi alam
pembebanan, maka bagaimana
mungkin mereka dites di akhirat?
Jawabannya, pembenanan itu
berhenti jika telah memasuki darul
qarar (surga dan neraka).
Sedangkan di barzakh dan di
halaman akhirat, pembebanan
belum berhenti. Ini dapat dipahami
dengan mudah walau tanpa
menelaah, dengan adanya
pertanyaan malaikat di alam barzakh
dan ini merupakan takliif
( pembebanan). Sedangkan di
halaman akhirat, Allah Ta ’ala
berfirman: Dan ini jelas sekali.
Karena Allah Ta ’ala menyuruh
makhluk-Nya untuk bersujud di hari
kiamat kelak dan orang kafir ketika
itu dihalangi oleh Allah sehingga
tidak mampu bersujud ” (Thariqul
Hijratain, 373). Dan hadits-hadits
banyak menyebutkan tentang
adanya pembebanan di hari kiamat,
sebagaimana pada hadits-hadits
yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim
dan Ibnu Katsir, serta ulama yang
lain. [Sampai di sini kutipan dari
Kitab Nawaqidhul Iman Wa
Dhawabitut Takfir 'Indas Salaf
(1 /294) ] Kesimpulannya, di dunia
mereka tetap dianggap sebagai
orang kafir. Jika meninggal tidak
dimandikan, tidak dishalatkan dan
tidak boleh dikubur di pemakaman
kaum muslimin. Namun tentang
nasib mereka di akhirat kelak,
pendapat yang paling kuat, mereka
akan diuji. Jika dapat melewati ujian
tersebut mereka akan masuk surga,
jika tidak akan masuk neraka.
Sebagaimana telah dipaparkan di
atas. Demikian, semoga dapat
dipahami. Semoga Allah
menetapkan hati kita di jalan-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar